SENANDIKA GANESHA
Berawal dari pengalamannya sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Elektroteknik (HME) periode 2008/2009, Ikhsan Abdusyakur, Teknik Telekomunikasi 2006, melihat adanya potensi yang sangat besar yang dapat digali jika terwujudkan sebuah sinergi antara elemen-elemen internal ITB. Karena itu pada Pemilu Raya 2010, Syakur maju menjadi calon Anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Perwakilan Mahasiswa bersama dengan Herry Dharmawan, Aeronotika dan Astronotika 2006, yang mencalonkan diri sebagai Presiden Kabinet Mahasiswa ITB (KM ITB). Pasangan dengan nama Herry-Syakur ini berhasil menang telak dengan perolehan 3500 suara, 76,5% dari keseluruhan suara.
Pria asal Bandung yang biasa dipanggil Syakur ini merasakan bahwa selama ini pergerakan kemahasiswaan selalu dianggap bertentangan dengan permasalahan kuliah. Stereotipe semacam “mahasiswa aktivis tidak akan punya IP tinggi” telah subur berkembang tidak hanya di ITB, namun juga di perguruan-perguruan tinggi lain di Indonesia. Padahal, jika kegiatan akademis yang dikelola oleh rektorat dan kegiatan kemahasiswaan bergerak bersama-sama, hasilnya akan sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya proyek HME Palapa Jaya membangun pembangkit listrik tenaga air skala pikohidro di desa Jayamukti, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut di bawah kepemimpinannya.
Proyek pengabdian masyarakat yang telah dilakukan sejak 2006 ini berhasil karena adanya kerja sama antara himpunan, program studi, dan kalangan bisnis sebagai pemberi modal. Selain itu Syakur dengan HME juga mencoba untuk terus berpartisipasi dalam acara program studi dan fakultas. ”Kolaborasi antara program studi maupun rektorat dengan mahasiswa itu perlu. Inovasi dan softskill lain yang dibangun oleh kaderisasi mahasiswa dibutuhkan kampus untuk pengembangan akademis. Begitu juga fasilitas dari kampus dibutuhkan mahasiswa untuk mengembangkan diri,” terang Syakur saat diwawancarai pada Selasa (26/10/10).
Setelah purnatugas dari kepemimpinannya di HME, Syakur tertarik untuk berkontribusi di tataran yang lebih luas, yaitu ITB. MWA, sebagai salah satu dari 4 pilar utama ITB selain Rektorat, Majelis Guru Besar, dan Senat Akademik, dirasanya sebagai wadah yang cocok. Apalagi wewenang MWA juga sesuai dengan minatnya, yaitu membuat kebijakan dalam bidang non-akademik. Dalam organisasi yang diketuai oleh Yani Panigoro itu, Syakur duduk bersama perwakilan dosen, karyawan, alumni, masyarakat, dan bahkan perwakilan dari pemerintah daerah maupun pusat. Sebagai anggota MWA wakil mahasiswa, dia berkewajiban untuk menyalurkan informasi dari ITB kepada mahasiswa, menyalurkan aspirasi mahasiswa kepada ITB, dan menunjukkan bahwa kedudukan mahasiswa sebagai subjek pendidikan, bukannya objek. Mahasiswa adalah satu elemen penting dalam civitas akademika ITB, sehingga harus memiliki wewenang juga dalam menentukan arah pendidikannya.
Tidak heran visinya sebagai anggota MWA perwakilan mahasiswa adalah untuk mewujudkan sinergi ITB untuk Indonesia. Sinergi yang dimaksud adalah sinergi antara seluruh elemen kampus seperti rektorat dan organisasi kemahasiswaan. Sinergi antara kegiatan akademis dan kegiatan kemahasiswaan. Syakur beranggapan bahwa mahasiswa-mahasiswa yang lulus dari ITB tidak hanya memiliki kualitas akademis yang terjamin, namun juga memiliki inovasi yang tinggi, keingintahuan yang tinggi terhadap permasalahan masyarakat, dan semangat yang besar untuk mengabdi kepada masyarakat. Karena itu, diperlukan adanya integritas yang tinggi dalam diri tiap-tiap mahasiswa, berupa kombinasi kemampuan akademik yang mumpuni dan kepekaan sosial yang tinggi. “Harapan saya jika perlu nantinya ada SKS untuk mata kuliah Kemahasiswaan,” ujarnya, agar kegiatan kemahasiswaan juga disadari pentingnya oleh seluruh mahasiswa.
Semua itu memang tidak bisa terwujud secara instan. “Tahapannya adalah komunikasi, inisiasi, dan kepercayaan,” terang alumnus SMA Negeri 8 Bandung ini. Komunikasi yang baik antar elemen ITB tentunya akan mengantarkan kepada inisiasi kerja sama antar elemen, yang jika dibina dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab maka akan menghasilkan rasa saling percaya satu sama lain. Setelah tercipta sebuah kepercayaan yang solid maka tidak akan susah bagi institusi sebesar ITB untuk memberikan kontribusi-kontribusi dan prestasi positif untuk masyarakat Indonesia.
Tidak hanya bicara, Syakur sudah banyak memberikan bukti. Selain secara intens membuka diri untuk menerima aspirasi dari mahasiswa (seperti membuat situs MWA ITB-Perwakilan Mahasiswa), Syakur juga kerap mengadakan dialog yang menghubungkan antara mahasiswa dengan elemen kampus lain, seperti dialog dengan K3L maupun Sarasehan Mahasiswa ITB 2020. Sarasehan yang dilaksanakan pada 26 Agustus 2010 ini mengundang Yani Panigoro sebagai Ketua MWA ITB saat ini untuk membahas bersama mahasiswa perubahan-perubahan yang diinginkan terjadi di ITB 10 tahun mendatang. Syakur merasa bahwa inilah tugasnya sebagai anggota MWA, menyediakan platform di mana elemen-elemen ITB dapat duduk bersama untuk berdialog dan mendiskusikan ITB bersama-sama, karena ITB adalah milik bersama. Untuk ke depannya dia berharap forum serupa akan terus ada walaupun dirinya tidak lagi menjadi anggota MWA, dan perjuangannya mencapai sinergi ITB ini dapat terus berlanjut. Semoga semangat Syakur akan selalu dilanjutkan oleh kader-kader muda ITB!
Wawancara oleh Dita (TK’09). http://riaayupramudita.wordpress.com/2010/10/28/ikhsan-abdusyakur
Pria asal Bandung yang biasa dipanggil Syakur ini merasakan bahwa selama ini pergerakan kemahasiswaan selalu dianggap bertentangan dengan permasalahan kuliah. Stereotipe semacam “mahasiswa aktivis tidak akan punya IP tinggi” telah subur berkembang tidak hanya di ITB, namun juga di perguruan-perguruan tinggi lain di Indonesia. Padahal, jika kegiatan akademis yang dikelola oleh rektorat dan kegiatan kemahasiswaan bergerak bersama-sama, hasilnya akan sangat baik. Hal ini dibuktikan dengan berhasilnya proyek HME Palapa Jaya membangun pembangkit listrik tenaga air skala pikohidro di desa Jayamukti, Kecamatan Cihurip, Kabupaten Garut di bawah kepemimpinannya.
Proyek pengabdian masyarakat yang telah dilakukan sejak 2006 ini berhasil karena adanya kerja sama antara himpunan, program studi, dan kalangan bisnis sebagai pemberi modal. Selain itu Syakur dengan HME juga mencoba untuk terus berpartisipasi dalam acara program studi dan fakultas. ”Kolaborasi antara program studi maupun rektorat dengan mahasiswa itu perlu. Inovasi dan softskill lain yang dibangun oleh kaderisasi mahasiswa dibutuhkan kampus untuk pengembangan akademis. Begitu juga fasilitas dari kampus dibutuhkan mahasiswa untuk mengembangkan diri,” terang Syakur saat diwawancarai pada Selasa (26/10/10).
Setelah purnatugas dari kepemimpinannya di HME, Syakur tertarik untuk berkontribusi di tataran yang lebih luas, yaitu ITB. MWA, sebagai salah satu dari 4 pilar utama ITB selain Rektorat, Majelis Guru Besar, dan Senat Akademik, dirasanya sebagai wadah yang cocok. Apalagi wewenang MWA juga sesuai dengan minatnya, yaitu membuat kebijakan dalam bidang non-akademik. Dalam organisasi yang diketuai oleh Yani Panigoro itu, Syakur duduk bersama perwakilan dosen, karyawan, alumni, masyarakat, dan bahkan perwakilan dari pemerintah daerah maupun pusat. Sebagai anggota MWA wakil mahasiswa, dia berkewajiban untuk menyalurkan informasi dari ITB kepada mahasiswa, menyalurkan aspirasi mahasiswa kepada ITB, dan menunjukkan bahwa kedudukan mahasiswa sebagai subjek pendidikan, bukannya objek. Mahasiswa adalah satu elemen penting dalam civitas akademika ITB, sehingga harus memiliki wewenang juga dalam menentukan arah pendidikannya.
Tidak heran visinya sebagai anggota MWA perwakilan mahasiswa adalah untuk mewujudkan sinergi ITB untuk Indonesia. Sinergi yang dimaksud adalah sinergi antara seluruh elemen kampus seperti rektorat dan organisasi kemahasiswaan. Sinergi antara kegiatan akademis dan kegiatan kemahasiswaan. Syakur beranggapan bahwa mahasiswa-mahasiswa yang lulus dari ITB tidak hanya memiliki kualitas akademis yang terjamin, namun juga memiliki inovasi yang tinggi, keingintahuan yang tinggi terhadap permasalahan masyarakat, dan semangat yang besar untuk mengabdi kepada masyarakat. Karena itu, diperlukan adanya integritas yang tinggi dalam diri tiap-tiap mahasiswa, berupa kombinasi kemampuan akademik yang mumpuni dan kepekaan sosial yang tinggi. “Harapan saya jika perlu nantinya ada SKS untuk mata kuliah Kemahasiswaan,” ujarnya, agar kegiatan kemahasiswaan juga disadari pentingnya oleh seluruh mahasiswa.
Semua itu memang tidak bisa terwujud secara instan. “Tahapannya adalah komunikasi, inisiasi, dan kepercayaan,” terang alumnus SMA Negeri 8 Bandung ini. Komunikasi yang baik antar elemen ITB tentunya akan mengantarkan kepada inisiasi kerja sama antar elemen, yang jika dibina dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab maka akan menghasilkan rasa saling percaya satu sama lain. Setelah tercipta sebuah kepercayaan yang solid maka tidak akan susah bagi institusi sebesar ITB untuk memberikan kontribusi-kontribusi dan prestasi positif untuk masyarakat Indonesia.
Tidak hanya bicara, Syakur sudah banyak memberikan bukti. Selain secara intens membuka diri untuk menerima aspirasi dari mahasiswa (seperti membuat situs MWA ITB-Perwakilan Mahasiswa), Syakur juga kerap mengadakan dialog yang menghubungkan antara mahasiswa dengan elemen kampus lain, seperti dialog dengan K3L maupun Sarasehan Mahasiswa ITB 2020. Sarasehan yang dilaksanakan pada 26 Agustus 2010 ini mengundang Yani Panigoro sebagai Ketua MWA ITB saat ini untuk membahas bersama mahasiswa perubahan-perubahan yang diinginkan terjadi di ITB 10 tahun mendatang. Syakur merasa bahwa inilah tugasnya sebagai anggota MWA, menyediakan platform di mana elemen-elemen ITB dapat duduk bersama untuk berdialog dan mendiskusikan ITB bersama-sama, karena ITB adalah milik bersama. Untuk ke depannya dia berharap forum serupa akan terus ada walaupun dirinya tidak lagi menjadi anggota MWA, dan perjuangannya mencapai sinergi ITB ini dapat terus berlanjut. Semoga semangat Syakur akan selalu dilanjutkan oleh kader-kader muda ITB!
Wawancara oleh Dita (TK’09). http://riaayupramudita.wordpress.com/2010/10/28/ikhsan-abdusyakur
“Saya ingin ikut mencerdaskan kehidupan bangsa.”
Kalimat di atas bukan dikatakan oleh seorang politikus terkenal, bukan juga oleh seorang aktivis partai politik. Kalimat itu diucapkan oleh seorang mahasiswa ITB yang mempunyai cita-cita luhur. Dialah Ikhsan Abdussyakur.
Nama Ikhsan Abdusyakur atau yang biasa dikenal dengan Syakur mungkin sudah tidak asing lagi bagi telinga massa kampus ITB. Bagaimana tidak, sosok periang dan bersemangat ini aktif dimana-mana, mulai dari Keluarga Mahasiswa ITB, Himpunan Mahasiswa Elektro atau HME, dan sekarang aktif sebagai Anggota MWA Wakil Mahasiswa ITB.
Syakur lahir pada tanggal 29 Juni 1988. Setelah lulus dari SMA 8 Jakarta di tahun 2006, dia melanjutkan kuliah ke Teknik Telekomunikasi ITB. Di kampus, selain aktif di dunia akademis, pemuda penggemar klub sepakbola AC Milan ini juga aktif di berbagai organisasi. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Elektro.
“Saat menjadi Kahim, saya berusaha untuk terus menjalin hubungan baik dengan prodi dan rektorat. Ya, kita butuh untuk berkolaborasi dengan mereka dan mereka pun butuh kita. Dengan begitu, kita bisa menjadi lebih berkesempatan untuk melahirkan karya besar. Contohnya saja Palapa untuk himpunan saya,” ujarnya.
Menurutnya, perguruan tinggi idealnya melahirkan seorang mahasiswa yang bukan hanya cerdas di bidang akademis, melainkan juga memiliki inovasi, keingintahuan terhadap permasalahan di masyarakat, dan punya semangat untuk mengabdi pada masyarakat dalam diri masing-masing. Intinya, lulusan ITB harus memiliki integritas dalam dirinya.
“Mahasiswa sekarang cenderung menghadapi pilihan yang dilematis, yaitu kuliah dan organisasi. Padahal, kedua hal itu bisa berjalan secara sinergis, saling melengkapi,” kata Syakur.
Sinergi
Syakur juga berpendapat bahwa kegiatan mahasiswa juga harus sinergis dengan pihak rektorat. “Kita masih bergerak sendiri-sendiri,” katanya. “Padahal, kalau kita bergerak bersama, hasilnya akan luar biasa.”
Sekarang, Syakur aktif di Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa. Syakur mempunyai visi untuk meningkatkan sinergi antara pihak rektorat dengan mahasiswa agar dapat bermanfaat bagi Indonesia. Di MWA, cakupan kegiatannya lebih luas sehingga kolaborasi untuk berkarya juga bisa lebih luas.
“Sebagai Anggota MWA Wakil Mahasiswa, kami punya kewenangan untuk menyalurkan aspirasi mahasiswa ke rektorat, menyampaikan info dari rektorat ke mahasiswa, dan menunjukkan bahwa mahasiswa itu adalah subjek pendidikan, bukan objek pendidikan.”
Dia berharap suatu saat nanti terdapat integrasi pengembangan softskill dalam kegiatan akademik, misalnya saja ada mata kuliah kepemimpinan atau organisasi. Target yang ingin Syakur capai adalah berjalan baiknya komunikasi dan meningkatnya kepercayaan antara mahasiswa dan pihak kampus. Semoga target tersebut dapat tercapai, untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi
source : http://yoancosmos.wordpress.com/2010/10/29/mari-bersinergi/#comments
Kalimat di atas bukan dikatakan oleh seorang politikus terkenal, bukan juga oleh seorang aktivis partai politik. Kalimat itu diucapkan oleh seorang mahasiswa ITB yang mempunyai cita-cita luhur. Dialah Ikhsan Abdussyakur.
Nama Ikhsan Abdusyakur atau yang biasa dikenal dengan Syakur mungkin sudah tidak asing lagi bagi telinga massa kampus ITB. Bagaimana tidak, sosok periang dan bersemangat ini aktif dimana-mana, mulai dari Keluarga Mahasiswa ITB, Himpunan Mahasiswa Elektro atau HME, dan sekarang aktif sebagai Anggota MWA Wakil Mahasiswa ITB.
Syakur lahir pada tanggal 29 Juni 1988. Setelah lulus dari SMA 8 Jakarta di tahun 2006, dia melanjutkan kuliah ke Teknik Telekomunikasi ITB. Di kampus, selain aktif di dunia akademis, pemuda penggemar klub sepakbola AC Milan ini juga aktif di berbagai organisasi. Dia pernah menjabat sebagai Ketua Himpunan Mahasiswa Elektro.
“Saat menjadi Kahim, saya berusaha untuk terus menjalin hubungan baik dengan prodi dan rektorat. Ya, kita butuh untuk berkolaborasi dengan mereka dan mereka pun butuh kita. Dengan begitu, kita bisa menjadi lebih berkesempatan untuk melahirkan karya besar. Contohnya saja Palapa untuk himpunan saya,” ujarnya.
Menurutnya, perguruan tinggi idealnya melahirkan seorang mahasiswa yang bukan hanya cerdas di bidang akademis, melainkan juga memiliki inovasi, keingintahuan terhadap permasalahan di masyarakat, dan punya semangat untuk mengabdi pada masyarakat dalam diri masing-masing. Intinya, lulusan ITB harus memiliki integritas dalam dirinya.
“Mahasiswa sekarang cenderung menghadapi pilihan yang dilematis, yaitu kuliah dan organisasi. Padahal, kedua hal itu bisa berjalan secara sinergis, saling melengkapi,” kata Syakur.
Sinergi
Syakur juga berpendapat bahwa kegiatan mahasiswa juga harus sinergis dengan pihak rektorat. “Kita masih bergerak sendiri-sendiri,” katanya. “Padahal, kalau kita bergerak bersama, hasilnya akan luar biasa.”
Sekarang, Syakur aktif di Majelis Wali Amanat Wakil Mahasiswa. Syakur mempunyai visi untuk meningkatkan sinergi antara pihak rektorat dengan mahasiswa agar dapat bermanfaat bagi Indonesia. Di MWA, cakupan kegiatannya lebih luas sehingga kolaborasi untuk berkarya juga bisa lebih luas.
“Sebagai Anggota MWA Wakil Mahasiswa, kami punya kewenangan untuk menyalurkan aspirasi mahasiswa ke rektorat, menyampaikan info dari rektorat ke mahasiswa, dan menunjukkan bahwa mahasiswa itu adalah subjek pendidikan, bukan objek pendidikan.”
Dia berharap suatu saat nanti terdapat integrasi pengembangan softskill dalam kegiatan akademik, misalnya saja ada mata kuliah kepemimpinan atau organisasi. Target yang ingin Syakur capai adalah berjalan baiknya komunikasi dan meningkatnya kepercayaan antara mahasiswa dan pihak kampus. Semoga target tersebut dapat tercapai, untuk menjadi manusia yang lebih baik lagi
source : http://yoancosmos.wordpress.com/2010/10/29/mari-bersinergi/#comments